BIOGRAFI AL-ALLAMAH ASY-SYAIKH SALIM BIN ABDULLOH BIN SA’AD BIN
ABDULLOH BIN SUMAIR AL-HADHROMI ASY-SYAFI’I
Al-Allamah Asy-Syaikh Salim bin Abdulloh bin Sa’ad bin
Abdulloh bin Sumair Al-Hadhromi Asy-Syafi’I, dikenal sebagai seorang ulama’
ahli fiqih (al-faqih), pengajar (al-mu’allim), hakim agama (al-qodhi), ahli
politik (as-siyasi) dan juga ahli dalam urusan kemiliteran (al-khobir
bisy-syu’unil ‘askariyah). Beliau dilahirkan didesa “Dzi Ashbuh” salah satu
desa dikawasan Hadhromaut, Yaman.
Syekh Salim memulai pendidikannya dalam bidang agama dengan
belajar Al-Qur’an di bawah peng¬awasan ayahandanya yang juga merupakan ulama
besar, yaitu Syekh Al-Allamah Abdullah bin Sa’ad bin Sumair, hingga beliau
mampu membaca Al-Qur’an dengan benar. Lalu beliau ikut mengajarkan Al-qur’an
sehingga beliau mendapat gelar “Al-Mu’allim”. Al Mu’allim adalah sebutan yang
biasa diberikan oleh orang – orang Hadhromaut kepada seorang pengajar
Al-Qur’an. Mungkin saja sebutan tersebut diilhami dari Hadits Nabi; “Sebaik
baik orang diantara kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan
mengajarkannya”.
Beliau juga belajar ilmu – ilmu agama lainnya pada ayahnya
dan pada ulama’ – ulama’ hadhromaut yang jumlahnya sangat banyak pada masa itu,
yaitu pada abad ke – 13 Hijriyah.
Setelah belajar kepada beberapa ulama’ dan telah menguasai berbagai ilmu agama beliau mengabdikan dirinya untuk mengajarkan ilmunya, mulailah berdatangan para pernuntut ilmu untuk menimba ilmu pada beliau, diantara murid beliau yang masyhur adalah Al-Habib Abdulloh bin Thoha Al-hadar Al-Haddad dan Syekh Al-Faqih Ali bin Umar Baghuzah. Semenjak itu nama beliau menjadi masyhur dan dipuji dimana mana, setingkat dengan guru beliau, Asy-Syaikh Al-Allamah Abdulloh bin Ahmad Basudan.
Setelah belajar kepada beberapa ulama’ dan telah menguasai berbagai ilmu agama beliau mengabdikan dirinya untuk mengajarkan ilmunya, mulailah berdatangan para pernuntut ilmu untuk menimba ilmu pada beliau, diantara murid beliau yang masyhur adalah Al-Habib Abdulloh bin Thoha Al-hadar Al-Haddad dan Syekh Al-Faqih Ali bin Umar Baghuzah. Semenjak itu nama beliau menjadi masyhur dan dipuji dimana mana, setingkat dengan guru beliau, Asy-Syaikh Al-Allamah Abdulloh bin Ahmad Basudan.
Selain penguasaan yang mendalam akan ilmu – ilmu agama,
Syekh Salim juga dikenal sebagai seorang ulama’ yang ahli dalam urusan politik
dan tim ahli dalam masalah perlengkapan peperangan. Dikisahkan, pada suatu
ketika Syekh Salim diminta agar membeli per¬alatan perang tercanggih pada saat
itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan mengirimnya ke Hadhromaut. Beliau
juga merupakan salah seorang yang berjasa dalam mendamaikan Yafi’ dan Kerajaan
Katsiriyah.
Kemudian beliau diangkat men¬jadi penasehat khusus Sultan
Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan tunduk
dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun lama kelamaan sang sultan
tidak lagi mau menuruti saran dan nasehat beliau dan bahkan meremehkan saran –
saran beliau. Akhirnya beliau memutuskan untuk hijrah menuju India, lalu beliau
hijrah ke negara pulau jawa.
Setelah menetap di Batavia (Kini menjadi Jakarta) sebagai seorang
ulama terpandang yang segala tindakan¬nya menjadi perhatian para pengikutnya,
maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar secara luas dengan cepat,
mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta
do’a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu
dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis¬majlis
tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan posisi beliau di Batavia, pada
masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas di dalam mempertahankan
kebenaran, apa pun resiko yang harus diha-dapinya. Beliau juga tidak menyukai
jika para ulama mende¬kat, bergaul, apalagi menjadi budak para pejabat.
Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada para ulama dan para
kiai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat pemerintah Belanda.
Martin van Bruinessen dalam tulisan¬nya tentang kitab kuning
(tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan komentar yang
menarik terhadap tokoh kita ini. Dalam beberapa alenia dia menceritakan
per¬bedaan pandangan dan pendirian yang terjadi antara dua orang ulama besar,
yaitu Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Salim bin Sumair yang telah menjadi
perdebatan di kalangan umum. Pada saat itu, tampaknya Syekh Salim kurang setuju
dengan pendirian Sayyid Usman bin Yahya yang loyal kepada pemerintah kolonial
Belanda. Sayyid Usman bin Yah_ya sendiri pada waktu itu, sebagai Mufti Batavia
yang diangkat dan disetujui oleh kolonial Belanda, sedang berusaha
menjern¬batani jurang pemisah antara `Alawiyyin (Habaib) dengan pemerintah
Belanda, sehingga beliau merasa perlu untuk mengambil hati para pejabatnya.
Oleh karena itu, beliau mem¬berikan fatwa-fatwa hukum yang
seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang kemudian
menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang dengan Sayyid Usman yang
beliau anggap tidak konsisten di dalam mempertahankan kebenaran. Entah
bagaimana penye¬lesaian yang terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut
cukup kuat untuk menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh
Salim bin Sumair yang sangat anti de¬ngan pemerintahan yang dholim, apalagi
para penjajah dari kaum kuffar.
Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam
berbagai kegiatan dan jabatan, namun beliau adalah seorang yang sangat banyak
berdzikir kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli membaca Al
Qur’an. Syekh Ahmad Al-Hadhromi Al-Makiy menceritakan bahwa Syekh Salim
mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an ketika melakukan thowaf di Baitulloh.
Beliau telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya
Kitab “Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah” (perahu keselamatan di
dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tu¬hannya), yang banyak
diajarkan di madrasah diniyah dan pondok pesantren di Indonesia. Selain itu
beliau juga menulis kitab Al-Fawaid AI-Jaliyyah Fiz-Zajri ‘An Ta’athil Hiyal
Ar-Ribawiyah (faedah –faedah yang jelas mengenai pencegahan melakukan hilah –
hilah ribawi), satu kitab yang ditulis untuk mengecam rekayasa (hilah) untuk
memuluskan praktek riba.
Syaikh Salim meninggal di Batavia pada tahun 1271 Hijriyah
0 Response to "BIOGRAFI PENGARANG KITAB SULAM TAUFIQ"
Post a Comment